Hari Ini Saya Belajar Tentang Hubungan yang Tak Lekang oleh Waktu
Siapa yang ingin menjalin
hubungan hanya untuk kehilangan? Pastinya tidak ada. Namun melalui video yang di
channel youtube Greatmind oleh Marisa Nasution, dia mengatakan bahwa ternyata
hubungan pertemanan itu ada tanggal kadaluarsanya lho. Akhirnya saya pun
mengerti kenapa ada teman yang datang dan ada juga yang pergi. Saya pun berkata
dalam hati bahwa hari ini saya belajar tentang hubungan pasti memiliki tanggal
kadaluarsa.
Dua hari kemudian, tepatnya
kemarin tanggal 23 November 2021, saya membuat janji untuk bertemu dengan dua
orang teman kuliah dulu. Mereka adalah teman dekat sewaktu saya kuliah, teman
cari makan, teman untuk diskusi soal tugas, dan teman untuk berbagi cerita
hidup.
Saya kuliah waktu itu di UGM
Jurusan Politik dan Pemerintahan angkatan 2008. Jadi pertemuan itu adalah bukti
hubungan kami diusianya yang ke-13 tahun. Kami bertemu saat masih berusia 18
tahun dan kami kembali bertemu diusia 32 tahun. Cukup lama ya? Lebih lama lagi jika
Anda memiliki teman dari masa SMA, SMP, atau bahkan SD.
Saya tidak ingin membahas
mengenai lamanya sebuah hubungan, khususnya pertemanan. Namun saya ingin
membahas mengenai setelah sekian lama berteman dan sekian lama tidak bertemu,
apa yang kalian bicarakan? Apa yang kalian bahas? Apakah masih tetap senyaman
dahulu saat bercerita?
Nah, dari obrolan-obrolan kami
tersebut membuat hari ini saya belajar tentang hubungan yang tak lekang oleh
waktu. Jika Marisa yang waktu itu ada sesi ngobrol bareng Maudy Ayunda tentang
penemuan jati diri di quarter life crisis mengatakan hubungan pertemanan itu
ada tanggal kadaluarsanya, tapi kenapa ya kami masih tetap nyambung ngobrolnya.
Hari Ini Saya Belajar Tentang Pentingnya Setting Boundaries Dalam Berteman
Apakah boleh memilih dalam
berteman? Jangan terjebak dalam kebaikan yang membuat diri sendiri tidak
nyaman. Seperti yang kita pelajari dulu bahwa kita tidak boleh memilih untuk
berteman.
Menurut saya kalimat itu yang
sebenarnya mengandung kebaikan jangan ditelan mentah-mentah. Karena kita harus
melihat lebih dalam lagi nih yang dimaksud berteman yang seperti apa dulu?
Pastinya kita tidak akan nyaman
jika sekali bertemu orang, berteman dan langsung membicarakan
persoalan-persoalan pribadi. Ya kan?
Nah, yang dimaksud tidak boleh
memilih untuk berteman ya teman yang bisa kita sapa kalau bertemu, kita bantu
kalau dia minta tolong, dan contoh lainnya dalam membangun relasi yang dangkal.
Namun untuk menjalin pertemanan
yang long lasting and deep, kita tidak bisa melakukannya dengan sembarang
orang. Tentunya kita perlu memilihnya yang membuat diri kita nyaman, memberikan
pengaruh yang positif, dan selalu memberi ruang bagi kita untuk menjadi diri
sendiri. Itulah pertemanan yang menurut saya tidak memiliki kadaluarsa atau
expired. Meski sudah lama tak bertemu pun kita masih tetap nyambung.
Jadi menurut saya penting banget
untuk membuat boundaries atau lingkup pertemanan berdasarkan levelnya, bisa
dengan sebutan level dangkal, menengah, dan deep. Bisa juga dengan penamaan
circle 1, 2, 3, dst.
Hari Ini Saya Belajar Tentang Pentingnya Berkata Tidak Dalam Berteman
Hal ini berlaku buat semua
hubungan ya seharusnya, bukan untuk pertemanan saja, baik itu hubungan keluarga
maupun rekan kerja. Bisa berkata tidak dan menolak sesuatu yang tidak membuat
kita nyaman itu bukan hal yang mudah.
Kebetulan dari kami bertiga
memiliki sifat people pleaser yang cukup besar. Sehingga tanpa sadar kami sudah
membuat keputusan-keputusan yang membuat repot diri sendiri. Mungkin dari karakter
yang hampir sama itu kami bisa berteman hingga sekarang.
Namun ternyata kami juga
memerlukan dukungan orang sekitar untuk bisa menghilangkan sifat people pleaser
tersebut. Temanku A dan B punya keluarga yang support dan protect kepada
mereka. Jadi masalah mereka adalah berkata tidak kepada orang lain.
Contohnya dalam hal
pinjam-meminjam uang. Temanku A ini berpesan kepadaku untuk tidak lagi royal
soal keuangan karena uang tak pernah mengenal saudara.
Nah, bagaimana dengan saya yang
sudah terlanjur harus menanggung akibat dari sifat saya yang selalu mengiyakan?
Bedanya adalah keluarga saya
sendiri yang dulu selalu tidak pernah bisa saya tolak permintaannya. Saat sudah
terlanjur habis-habisan lebih baik belajar terus bersyukur, ikhlas, dan lebih
berhati-hati kedepannya.
Hari Ini Saya Belajar Tentang Pentingnya Menjadi Teman yang Tak Pernah Pergi
Saya lebih nyaman menyebut hubungan
kami ini sebagai teman. Karena saya ingin hubungan yang kami jalin ini
berlangsung untuk waktu yang lama, selama-lamanya.
Bukan waktu yang tepat untuk
menjalin persahabatan kembali setelah pernah memiliki seorang sahabat tetapi
dia memilih untuk pergi dari hidup saya. Dalam hidup saya pun kamus
persahabatan tidak pernah saya gunakan dalam menjalin relasi dengan siapa pun,
karena saya tidak ingin pergi seperti yang sahabat saya pernah lakukan.
Kalau dia sahabat kenapa pergi? Dia
bukan sahabat karena pergi.
Mungkin begitu pendapat
orang-orang yang lebih mempercayai hubungan persahabatan yang ever lasting.
Saya dan dia pernah menjalin
hubungan pertemanan yang sangat dekat. Kami pun saling suka mengatakan berbagi
suka dan duka. Dia mulai memasuki hidup saya dengan mencoba mengatakan apa yang
dia rasakan tentang kebaikan dan keburukan yang menyangkut hubungan kami.
Jujur saja, saya pun baru kali
itu memiliki teman yang sedekat itu. Saya tetap memilih dekat dengannya meski
orang tuaku curiga kami menjalin hubungan yang tak semestinya.
Namun keyakinan saya waktu itu
adalah karena dia dan keluarganya menerima diri saya. Saya bisa merasakan
kehangatan keluarga di tengah-tengah mereka. Sesuatu yang tidak saya miliki
dengan orang tua saya.
Yah, tapi apa mau dikata. Setajam
apa pun ingatan tentang aku dan dia, nyatanya dia tak pernah ada lagi di sisi. Tepat
sebelum aku menyelesaikan kuliah dan hampir wisuda, dia tak mau lagi
berhubungan dekat denganku tanpa penjelasan. Dia pun menjauh begitu saja, tidak
pelan-pelan tapi drastis.
Berbagai cara saya lakukan untuk
meminta penjelasan darinya agar bisa memperbaiki diri tetapi tidak saya
dapatkan. Dia hanya mengatakan ini proses pendewasaan diri.
Saya pun tidak paham dengan
proses pendewasaan diri yang dia jalani. Karena saya merasa hanya saya yang dia
hindari.
Akhirnya saya pun memutuskan
untuk melanjutkan kehidupan tanpa dirinya. Meski tanpa disadari saya masih memiliki
memory tentang persahabatan kami.
Pembelajarannya adalah bagaimana
saya menjadi teman yang tak pernah pergi bagi orang lain. Saya masih ragu (dan
takut) untuk menjalani persahabatan ketika tanpa sadar saya telah menyakiti
seseorang nantinya.
Saya ingin menjadi teman yang tak
lekang oleh waktu, tanpa tanggal kadaluarsa, bagi kedua teman kuliah yang saya
ceritakan di atas. Saya masih teman kalian (Ria Melani dan Dian Noviawati).
Mungkin ke depannya akan banyak pertemanan lain. Tapi saya ingin pastikan
jumlahnya tak berkurang. Jangan berjanji untuk tidak pergi, tetapi berjanjilah untuk saling bertahan. Terima kasih untuk setiap waktu dan cerita yang
kalian berikan.
Cerita ini memang cukup personal
dari pengalaman pribadi. Saya berharap dengan berbagi hasil renungan ini bisa
membantu Anda menemukan jati diri yang lebih baik dengan memilih teman yang
nyaman.
Hari ini saya belajar tentang
hubungan yang tak lekang oleh waktu ketika bisa menempatkan hati dan pilihan
sikap pada tempatnya. Jangan jadi teman yang mudah pergi. Jangan menjalin
persahabatan jika nantinya Anda ingin pergi. Dan bagi yang merasa ditinggalkan,
jangan merasa sendiri, lihat lah keluar dan Anda akan melihat banyak teman yang
bisa menerima. Meski saya paham tak ada tempat yang bisa menggantikan posisi
seseorang yang terlanjur menyakiti Anda. Ikhlaskan dan maafkan demi kebaikan
diri Anda.
Posting Komentar untuk "Hari Ini Saya Belajar Tentang Hubungan yang Tak Lekang oleh Waktu"