Cerita Inspiratif Garam dan Air yang Mengandung Makna

 

Seringkali untuk
menyampaikan sebuah pesan, maka dibuatlah sebuah cerita yang menggunakan
perumpamaan. Seperti cerita inspiratif garam dan air berikut ini yang akan kamu
baca.

Mengapa menggunakan sebuah
perumpamaan? Bukankah jika ingin menyampaikan pesan, maka langsung saja
disampaikan secara lugas?

Terkadang orang akan
menolak pesan ketika itu disampaikan secara langsung. Namun ketika membaca
cerita yang di dalamnya mengandung pesan, dia pun akan lebih mengerti dan paham
dengan maksud yang ingin disampaikan.

Jadi bacalah cerita
berikut ini ketika kamu sedang dalam masalah. Apapun masalahnya.

 

Cerita Inspiratif
Garam dan Air (Pak Tua dan Seorang Pemuda)

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu
pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah.
Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti
orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua
masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu
mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air.
Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum
ini, dan katakan bagaimana rasanya.”, ujar Pak tua itu.

“Asin. Asin sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah ke samping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya
ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya.
Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi
telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke
dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan
tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga
ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai meneguk air itu, Pak Tua bertanya
lagi, “Bagaimana rasanya?”.

“Segar.”, sahut tamunya.

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak
Tua lagi.

“Tidak”, jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak
muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
“Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak
lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan
tetap sama.”

“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung
dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan
tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita.
Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu
hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah
hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu,
adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu
menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah
laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi
kesegaran dan kebahagiaan.”

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar
hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”,
untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu.
Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu
itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan
itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.

 

Cerita Inspiratif
Garam dan Air (Seorang Gadis dan Penolakan)

Seorang gadis
cantik sedang termenung di teras rumahnya, dengan kedua tangan yang menopang
dagunya di atas meja. Ia nampak murung dan sedih.

“Anita, apa yang
kamu lakukan?” tanya Bu Ena dari balik pagar rumahnya yang sudah rapuh.

“Saya bingung Bu,
sudah melamar pekerjaan ke sana ke sini tidak ada yang menerima saya, semuanya
menolak,” jelasnya.

“Mari sini,
sekalian makan siang bareng Ibu,” ajaknya.

Anita pun
mengangguk, pertanda menerima tawaran itu, kemudian ia membantu Bu Ena masak
untuk makan siang untuk anggota keluarganya.

Bu Ena membawa
gelas dan ember berisi air, “Anita, mendekat lah ke sini,” panggilnya, “lihat
ini!”

Bu Ena memasukkan
satu sendok garam ke dalam gelas dan ember, “coba kamu rasakan!” pintanya.

“Air di dalam
gelas sangat asin, sedangkan di dalam ember tidak begitu asin, Bu,” jelas
Anita.

“Ini
perumpamaan kamu dan masalahmu. Gelas dan ember menjelaskan dirimu, sedangkan
garam adalah masalahmu.”

“Maksudnya
bagaimana, Bu,” Anita bingung.

“Jika
kamu menjadikan dirimu gelas, maka kamu menganggap garam itu sebagai masalah
besar untukmu, sedangkan jika kamu menganggap kamu ember, dimana garam tidak
bisa banyak merubah rasanya, kamu akan lebih semangat menjalani hidup karena
tidak menganggap masalah yang kamu hadapi sebagai masalah besar,” jelasnya.

Sebesar
apapun masalahmu, asal kamu yakin dan kuat dalam menjalaninya, itu tidak akan
membuatmu terpuruk, justru harusnya bisa membuat kamu lebih desawa. Ingat!
Sebesar apapun masalahmu, masih ada Tuhan yang maha besar siap membantumu.

 

Inti dari kedua cerita di
atas tentang garam dan air pada dasarnya sama, yaitu masalah yang kamu hadapi tergantung
darimana kamu menyikapinya. Apakah kamu akan menjadi gelas? Atau kah telaga/ember?

Masalah akan selalu ada
dalam hidup kita. Namun jangan cemaskan itu karena kamu memiliki hati. Hati
adalah wadah yang seperti telaga atau ember. Hati yang luas dan lapang lebih
bisa menerima keadaan. Sehingga hatimu lah yang bisa mengubah masalahmu menjadi
kebahagiaan.

Semoga kedua cerita inspiratif
garam dan air di atas mampu membantumu melihat masalah yang kini sedang kamu
hadapi.