Cerita Abu Nawas Islami

Abu Nawas adalah seorang penyair
termasyhur pada era kejayaan Islam. Pemilik nama lengkap Abu Nuwas al-Hasan bin
Hini al-Hakami ini merupakan sosok yang humoris dan pandai dalam mengemas
sesuatu menjadi cerita dengan bahasa humor.

Banyak cerita Abu Nawas Islami yang
diceritakan dalam kisah 1001 malam, berikut ini mari kita simak dua kisah Abu
Nawas saat merayu Tuhan dan Kisah Abu Nawas Mencari Neraka.

  

Sumber Gambar : www.kalam.sindonews.com

 

Cerita Abu Nawas Islami Untuk
Anak

Alkisah, Seorang murid Abu Nawas
ada yang sering mengajukan macam-macam pertanyaan. Tak jarang ia juga
mengomentari ucapan-ucapan Abu Nawas jika sedang memperbincangkan sesuatu.

Ini terjadi saat Abu Nawas
menerima tiga orang tamu yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Abu Nawas.

“Manakah yang lebih utama, orang
yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
ujar orang yang pertama.

“Orang yang mengerjakan dosa
kecil,” jawab Abu Nawas.

“Mengapa begitu,” kata orang
pertama mengejar.

“Sebab dosa kecil lebih mudah
diampuni oleh Allah,” ujar Abu Nawas. Orang pertama itupun manggut- manggut
sangat puas dengan jawaban Abu Nawas.

Giliran orang kedua maju. Ia
ternyata mengajukan pertanyaan yang sama,

“Manakah yang lebih utama, orang
yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
tanyanya.

“Yang utama adalah orang yang
tidak mengerjakan keduanya,” ujar Abu Nawas.

“Mengapa demikian?” tanya orang
kedua lagi.

“Dengan tidak mengerjakan
keduanya, tentu pengampunan Allah sudah tidak diperlukan lagi,” ujar Abu Nawas
santai.

Orang kedua itu pun
manggut-manggut menerima jawaban Abu Nawas dalam hatinya.

Orang ketiga pun maju,
pertanyaannya pun juga seratus persen sama.

“Manakah yang lebih utama, orang
yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”
tanyanya.

“Orang yang mengerjakan dosa
besar lebih utama,” ujar Abu Nawas.

“Mengapa bisa begitu?” tanya
orang ketiga itu lagi.

“Sebab pengampunan Allah kepada
hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba-Nya,” ujar Abu Nawas tenang.

Orang ketiga itu pun merasa puas
argumen tersebut. Ketiga orang itu pun lalu beranjak pergi.

Dilain waktu, Si murid yang suka
bertanya kontan berujar mendengar kejadian itu.

“Mengapa pertanyaan yang sama
bisa menghasilkan tiga jawaban yang berbeda,” katanya tidak mengerti.

Abu Nawas tersenyum.

 “Manusia itu terbagi atas tiga tingkatan,
tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati,” jawab Abu Nawas.

“Apakah tingkatan mata itu?”
tanya si murid.

“Seorang anak kecil yang melihat
bintang di langit, ia akan menyebut bintang itu kecil karena itulah yang tampak
di matanya,” jawab Abu Nawas memberi perumpamaan.

“Lalu apakah tingkatan otak itu?”
tanya si murid lagi.

“Orang pandai yang melihat
bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar karena ia
memiliki pengetahuan,” jawab Abu Nawas.

“Dan apakah tingkatan hati itu?”
Tanya si murid lagi.

“Orang pandai dan paham yang
melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil
sekalipun ia tahu yang sebenarnya bintang itu besar, sebab baginya tak ada
satupun di dunia ini yang lebih besar dari Allah SWT,” jawab Abu Nawas sambil
tersenyum.

Si murid pun mafhum. Ia lalu
mengerti mengapa satu pertanyaan bisa mendatangkan jawaban yang berbeda-beda.

Tapi si murid itu bertanya lagi.

“Wahai guruku, mungkinkah manusia
itu menipu Tuhan?” tanyanya.

“Mungkin,” jawab Abu Nawas santai
menerima pertanyaan aneh itu.

“Bagaimana caranya?” tanya si
murid lagi.

“Manusia bisa menipu Tuhan dengan
merayu-Nya melalui pujian dan doa,” ujar Abu Nawas.

“Kalau begitu, ajarilah aku doa
itu, wahai guru,” ujar si murid antusias.

“Doa itu adalah, “Ialahi lastu
lil firdausi ahla, Wala Aqwa alannaril Jahimi, fahabli taubatan waghfir
dzunubi, fa innaka ghafiruz dzambil adzimi.” 
Yang artinya (Wahai Tuhanku, aku tidak pantas menjadi penghuni surga,
tapi aku tidak kuat menahan panasnya api neraka. Sebab itulah terimalah tobatku
dan ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya Kau lah Dzat yang mengampuni
dosa-dosa besar).

Itulah cerita Abu Nawas Islami yang
membagikan cara merayu tuhan kepada muridnya yang suka bertanya.

 

 Cerita Abu Nawas Islami
Mencari Neraka

Suatu ketika, usai salat Duhur,
Abu Nawas berkeliling Baghdad sembari membawa sebuah lampu penerang. Ia
kemudian berhenti di setiap sudut rumah dan kemudian memantau situasi sekitar.

Tingkah Abu Nawas ini kemudian
menggegerkan penghuni Baghdad. Bagaimana tidak. Abu Nawas yang selama ini
dikenal orang cerdas tiba-tiba berjalan di siang hari ketika sinar matahari
masih menyinari  sambil membawa lampu.

Kemudian salah seorang warga
Baghdad mengatakan bahwa Abu Nawas mulai gila. Hal tersebut kemudian ditimpali
orang Baghdad lainnya yang juga berkata, “Khalifah Harun Al Rasyid pasti
malu punya staf ahli gila.”

Mendapat berbagai perkataan dari
orang, Abu Nawas tidak peduli. Bahkan kemudian esok harinya, dia kembali lagi
keluar rumah dan melakukan hal yang sama.

Tetapi saat keluar rumah, Abu
Nawas berangkat lebih pagi lagi. Saat melakukan aksinya, ia tak bersuara dan
terus melihat situasi sekitar kanan dan kiri sambil menggoyangkan tangannya
yang membawa lampu minyak.

Pada hari kedua, beberapa orang
masih menganggap Abu Nawas sebagai orang waras. Makanya, mereka kemudian
bertanya kepada Abu Nawas tentang apa yang ia cari di siang hari dengan lampu
yang ia bawa. Abu Nawas kemudian menjawab, “Aku sedang mencari
neraka”. Mendengar perkataan Abu Nawas, mereka kemudian berfikir Abu Nawas
mulai gila.

Kemudian hari ketiga, Abu Nawas
tetap melakukan hal yang sama. Ia tetap clingak-clinguk di kanan kiri rumah
orang sambil tangannya membawa lampu minyak digoyang-goyangkan. Dari situ,
orang-orang mulai tak sabar. 

Undang-undang Baghdad melarang
orang-orang gila berkeliaran. Sebab, hal tersebut dirasa bahaya karena
seseorang bisa membunuh orang lain dengan berpura-pura gila atau mengintip
orang mandi dengan berpura-pura gila.

Karena itu, Abu Nawas ditangkap
dan diserahkan ke istana. Sejumlah musuh politik Harun al-Rasyid kemudian
bergembira. Kegilaan Abu Nawas kemudian mereka goreng untuk menyudutkan wibawa
Harun al-Rasyid.

Benar saja, Khalifah Harun malu
akan tingkah laku Abu Nawas. Dia kemudian bertanya dengan nada yang keras,
“Abu Nawas Apa yang kamu lakukan dengan lampu minyak itu
siang-siang?”

Abu Nawas menjawab, “Hamba
mencari neraka, paduka yang mulia”. Kemudian Harun berkata, “Kamu gila,
Abu Nawas, Sohib kamu gila.” Abu Nawas menimpali, “Tidak paduka, merekalah
yang gila.”

Kemudian Harun kembali bertanya,
“Siapa mereka?” Abu Nawas kemudian meminta orang-orang yang tadi
menangkap dan menggiring dirinya menuju istana, dikumpulkan di depan istana.
Setelah mereka berkumpul di depan istana, Khalifah Harun dan Abu Nawas
mendatangi mereka.

Abu Nawas kemudian berkata,
“Wahai kalian yang mengaku waras, apakah kalian selama ini menganggap
orang lain yang berbeda pikiran dan berbeda pilihan dengan kalian adalah
munafik?”

Mereka menjawab, “Benar.” Abu
Nawas kembali bertanya, “Apakah kalian juga menyatakan para munafik itu
sesat?” Orang-orang kembali menimpali, “Betul, dasar sesat!” Abu
Nawas lagi-lagi bertanya, “Jika mereka munafik  dan sesat, apa konsekuensinya?”

Orang-orang tersebut kemudian
kembali, “Hai Abu Nawas, kamu gila ya? Orang munafik pasti masuk neraka!
Dasar munafik kamu.”

Abu Nawas berkata, “Baik, saya
munafik, sesat dan masuk neraka. Di mana neraka yang kalian maksud? Punya siapa
neraka itu?”

Orang-orang yang dikumpulkan tadi
merasa tidak senang terhadap Abu Nawas. Mereka merasa diledek oleh  mimik Abu Nawas. Mereka kemudian menjawab
pertanyaan Abu Nawas. “Hai Abu Nawas, tentu saja neraka ada di akhirat dan
itu milik Allah. Kenapa kamu tanya?”

Abu Nawas kemudian berkata kepada
Harun al-Rasyid. “Paduka mohon maaf, tolong sampaikan kepada mereka bahwa
neraka  ada di akhirat dan yang punya
neraka itu adalah Allah. Mengapa mereka di dunia ini gemar sekali menentukan
orang lain masuk neraka? Apakah mereka asisten Allah yang tahu bocoran catatan
Allah?  Atau jangan-jangan merekalah yang
gila?”

Mendengar perkataan Abu Nawas,
Khalifah Harun al-Rasyid kemudian tertawa kecil. Di matanya Abu Nawas tetap
lelaki jenaka. Dia lalu berkata sambil tertawa, “Abu Nawas besok siang
lanjutkan cari neraka. Jika sudah ketemu, jebloskan orang-orang ini ke
dalamnya.”

 Cerita Abu Nawas Islami yang Terkenal

Itulah cerita Abu Nawas Islami
yang selalu mengundang tawa tapi tetap terselip makna yang dalam. Menurut saya
cerita-cerita Islami seperti inilah yang harus terus diwariskan kepada
anak-anak agar mereka juga belajar Islam sejak kecil.

Semoga cerita ini bermanfaat!

 

Referensi :

https://utaratimes.pikiran-rakyat.com/

https://www.malangtimes.com/baca/71725/20210919/092300/kisah-abu-nawas-mencari-neraka-sambil-membawa-lampu-minyak-di-siang-hari