Ketimpangan Gender di Tempat Kerja, Masihkah Terjadi di Indonesia?

Pekerjaan
perempuan seringkali masih dihubungkan dengan segala sesuatu yang berhubungan
dengan
feminity atau hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan
pengambilan keputusan. Masihkah itu terjadi di Indonesia?

Ketika
kita membicarakan kembali mengenai ketimpangan gender ini memang tidak bisa
lepas dengan bagaimana sejarah Indonesia dulu dan kini. Sosok RA. Kartini
menjadi pahlawan bagi perempuan yang dulunya terbelakang. Perjuangan RA. Kartini
untuk membawa perempuan tidak hanya memiliki hak di bidang pendidikan juga
menjadi pengantar para perempuan yang mampu mengemban tugas negara, seperti
para tokoh menteri yang kita miliki saat ini.

Sebelum
itu perlu kita samakan persepsi dulu mengenai mengapa perempuan membutuhkan
kesetaraan gender. Salah satu alasannya karena perempuan memiliki peran yang
istimewa, yaitu seorang ibu dan istri, dimana peran ini membutuhkan perhatian
khusus dalam hal pemberian hak, seperti hak untuk cuti melahirkan, menyusui,
dan lain-lain.

Namun
seringkali keistimewaan perempuan ini dianggap sebagai titik kelemahan yang
membuat mereka tidak punya peluang sama besarnya dengan para laki-laki.
Perempuan dianggap terlalu ribet dalam hidupnya. Sedangkan beberapa tugas atau pekerjaan
kadang tidak bisa memberikan toleransi bagi perempuan.

Beruntungnya
kini pemerintah seolah berada pada pihak perempuan dengan memberikan beberapa
kebijakan yang mendukung perempuan untuk bekerja di luar rumah dan pastinya
mendapatkan hak yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.

Beberapa
kebijakan pemerintah yang mendukung kesetaraan gender di tempat kerja yaitu
sebagai berikut :

1.
Meningkatkan partisipasi perempuan di dunia kerja dengan memberikan akses tidak
hanya pendidikan formal tetapi juga pelatihan-pelatihan.

2.
Perlindungan sosial bagi pekerja perempuan.

3. Meningkatkan kepedulian perusahaan dalam
menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi pekerja perempuan.

4. Pembentukan gugus tugas kesempatan dan
perlakuan yang sama dalam pekerjaan.

5. Menyusun panduan mengenai kesempatan dan
perlakuan yang sama dalam pekerjaan di Indonesia.

6. Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
di perusahaan sebagai upaya menghapus diskriminasi di tempat kerja.

 

Langkah-langkah yang ditempuh pemerintah
dalam upaya kesetaraan bagi pekerja perempuan di dunia kerja ini sangat
membantu para perempuan dalam beradaptasi di dunia kerja. Karena banyak
perempuan yang masih saja termakan stereotipe atau isu di masyarakat mengenai
pekerjaan yang tidak ramah bagi perempuan. Oleh karena itu, saat ini banyak
perusahaan, fasilitas umum, dan kantor-kantor yang menyediakan ruangan khusus
juga untuk para ibu menyusui.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
pada Agustus 2020, menunjukkan masih adanya ketimpangan Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) antara perempuan yang hanya sebesar 53,13% dan laki-laki sebesar
82,41%. Jika pada tahun 2025 terjadi kenaikan partisipasi kerja perempuan menjadi
56% sudah ikut mendorong kenaikan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) bertambah
hingga USD 135 Miliar.

 

Namun
demikian apakah kebijakan pemerintah lantas menjadi solusi ketimpangan gender
di tempat kerja? Pada kenyataannya di lapangan tetap ada beberapa pekerjaan
yang tidak ramah bagi perempuan, baik dari kualifikasi perusahaan maupun resiko
pekerjaan itu sendiri.

Contohnya
dari kualifikasi perusahaan ketika perempuan memilih untuk bekerja di bidang engineering
dia akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan impiannya tersebut karena
perusahaan memberikan syarat kualifikasi kebanyakan hanya bagi para laki-laki.

Alasan
perusahaan hanya memberikan peluang bagi laki-laki adalah dari resiko pekerjaan
itu sendiri dan jam kerja yang biasanya ketika berhubungan dengan mesin akan
memakan waktu 24 jam, jadi perusahaan biasanya tidak akan ambil resiko dengan
memperkerjakan perempuan di shift malam.

Lalu
apa solusinya bagi perempuan yang pekerjaannya masih didominasi oleh kaum adam
ini?

Untuk
mengatasi persoalan tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang diimplementasikan
ke dalam berbagai program demi mewujudkan pengarusutamaan gender dan
pembangunan yang berperspektfif perempuan. Di antaranya Peraturan Menteri PPPA Nomor
5 tahun 2015 tentang Penyediaan Sarana Kerja yang Responsif Gender dan Peduli Anak
di Tempat Kerja, dan Peraturan Menteri PPPA Nomor 1 Tahun 2020 tentang
Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja.

Ketika
pemerintah memberikan kebijakan artinya pemerintah mulai berupaya membuka kran
peluang bagi siapapun untuk bekerja tanpa membedakan gender dan status sosial.
Ketimpangan gender ini tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi
juga para stakeholder atau pengusaha (business owner) untuk bisa membuka
peluang bagi para perempuan.

Sosok
perempuan yang menjadi pemimpin dalam perusahaan pun sekarang bukan lagi hal
yang tabu. Malahan perempuan dikenal lebih pandai dalam berkomunikasi dan
negosiasi sehingga kesempatan untuk naik ke level selanjutnya lebih besar dan
cepat. Hal ini membuktikan bahwa kompetensi yang dimiliki perempuan sebenarnya
tidak seharusnya dipandang sebelah mata.

Anggapan
jika perempuan hanya bekerja dengan hati tanpa logika sudah mulai pudar saat
ini ketika banyak yang memberikan bukti bahwa kinerja perempuan tidak kalah
justru beberapa menunjukkan hasil yang melebihi ekspektasi.

Perempuan
juga lebih sabar ketika harus bekerja menjadi tulang punggung keluarga.
Alih-alih mereka protes mengapa suami tidak bekerja malahan mereka memilih menggunakan
waktu untuk lebih produktif. Tidak berbeda dengan kondisi para TKW Indonesia
yang rela bekerja jauh dari keluarga. Para TKW menunjukkan kinerja yang ikut
mendorong perekonomian bangsa dan negara.

Oleh
karena itu, pemerintah pun memberikan dukungan kebijakan untuk melindungi para
TKW yang bekerja di luar negeri agar ketimpangan gender ataupun hal-hal yang
mengarah pada tindak kejahatan dan kekerasan pada perempuan tidak lagi dialami
oleh para TKW.

Pro
dan Kontra Perempuan Yang Bekerja

Stereotipe
masyarakat yang masih konvensional memang tidak dipungkiri tidak bisa begitu saja
lepas dari Indonesia. Apalagi masyarakat yang masih mengganggap bahwa perempuan
tabu bekerja di luar rumah. Bagi beberapa keluarga pun juga bisa menjadi hal
yang mengganggu ketika perempuan memiliki penghasilan lebih besar dibanding
suaminya. Dalam hal ini membuat ketimpangan gender dialami pria sebagai kepala
keluarga.

Perempuan
yang bekerja juga menjadi salah satu pendorong tingkat perceraian. Banyak
alasan dan pertimbangan mengapa perempuan memilih bercerai bahkan memilih untuk
tidak menikah. Salah satunya didorong karena perempuan menganggap dirinya bisa
hidup mandiri.

Sebenarnya
apapun alasannya itu adalah hak perempuan dan laki-laki dalam mengarungi fase
kehidupan mereka. Namun masalah muncul ketika kompetensi perempuan ini dianggap
menjadi emansipasi yang kebablasan.

Pada
intinya Indonesia mulai terbebas dengan isu ketimpangan gender karena dukungan
dari pemerintah dan pihak-pihak lain yang terkait. Hanya saja ada mindset yang
perlu diubah dari masyarakat Indonesia untuk kembali menempatkan posisi pada
hak dan kewajibannya sebagai perempuan dan laki-laki. Masing-masing dari kita
musti sadar akan perannya.

Jika
kesadaran sudah terbentuk maka setiap orang akan menjalankan perannya masing-masing
dengan penuh tanggung jawab. Sehingga kebijakan pemerintah pun bisa terus
berkembang menyesuaikan kebutuhan jaman.

Tentunya dibutuhkan sinergi beberapa stakeholders
yang memegang peranan penting dalam mewujudkan kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan di dunia kerja, terutama dari dunia usaha itu sendiri.
Adapun beberapa peran dunia usaha yang dapat mendorong pemberdayaan perempuan
adalah sebagai berikut :

  1. Melakukan
    advokasi dan sosialisasi pengarusutamaan gender kepada pegawai
  2. Memenuhi hak-hak
    tenaga kerja perempuan, seperti hak istirahat melahirkan
  3. Melindungi perempuan
    dari segala bentuk kekerasan di tempat kerja, seperti pelecehan seksual
  4. Memaksimalkan
    potensi perempuan untuk dapat berkembang dengan jenjang karir yang sama
    dengan laki-laki
  5. Memberikan upah
    yang sama antara perempuan dan laki-laki berdasarkan kinerja
  6. Melibatkan perempuan
    dalam mengambil keputusan dan organisasi di dalam perusahaan seperti
    serikat pekerja

 

Ketua Dewan Pembina Indonesia Business
Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Debby Alishinta, mengungkapkan bahwa
para perempuan masih memiliki tantangan di dunia kerja, seperti adanya
ketimpangan gender, stereotip, dan bias gender yang seringkali membatasi mereka
untuk mengembangkan diri, bahkan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.

Oleh karena itu, perlu adanya penyelarasan
beberapa kebijakan baik dari pemerintah dan perusahaan sebagai penyedia
lapangan kerja terkait pekerja perempuan sebagai bentuk upaya menumbuhkan iklim
inklusif di lingkungan kerja.

 

 

Sumber :

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2971/menteri-bintang-ajak-dunia-usaha-wujudkan-kesetaraan-gender-di-lingkungan-kerja

https://www.liputan6.com/news/read/3948368/kemnaker-pemerintah-mengurangi-kesenjangan-gender-di-tempat-kerja
 

 

NB:

Artikel yang saya tulis ini pernah diterbitkan di
website resmi LPKN tahun 2021 saat saya menjadi salah satu penulis freelance
di sana.