Kisah Inspiratif Tentang Ikhlas

Terkadang keikhlasan hanya bisa
diukur oleh rasa. Karena mudah sekali bilang ikhlas tetapi hati masih merasa
bimbang. Mari kita belajar dari kisah inspiratif tentang ikhlas berikut ini
yang dibagi dalam tiga cerita.

Ada kalanya untuk memahami sebuah
rasa kita lebih mudah melalui cerita daripada nasihat orang bijak. Yang pertama
kita akan menyimak sebuah kisah inspiratif tentang ikhlas dalam berkarya. Kedua
cerita tentang menjadi orang ajaib melalui keikhlasan, dan yang ketiga cerita
tentang ikhlas dengan perumpaan ubi dan kambing.

Kisah Inspiratif Tentang
Ikhlas Dalam Berkarya

Siapa yang tidak kenal dengan
kitab ­Matan al-Ajurumiah atau biasa cukup disebut Jurumiyah? Salah satu kitab
nahwu yang sangat populer dalam dunia pendidikan, khususnya pesantren. Kitab
sederhana dan ringkas ini menjadi pelajaran pokok di hampir semua pondok
pesantren. Penjelasannya tidak terlalu luas dan lebar, akan tetapi manfaat dan
berkah di dalamnya sangat banyak. Bahkan, orang-orang yang hendak bisa baca
kitab kuning, terlebih dahulu mempelajari kitab ini.

Luasnya manfaat dan banyaknya
keberkahan kitab Jurumiyah tidak lepas dari peran penulis yang begitu ikhlas
ketika menulis. Ia berupaya menghilangkan manusia dalam benak pikirannya dan
murni menjadikan Allah sebagai tujuannya. Ia tidak membutuhkan pujian maupun
tepuk tangan dari orang lain, yang ia inginkan hanyalah ridha dari Allah
swt.   Penulisnya adalah Syekh Shanhaji.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Ajurrum
as-Shanhaji. Beliau dilahirkan di kota Fes, Maroko, tahun 672 H, dan wafat pada
tahun 723 H. Namanya dikenang sepanjang masa disebabkan karyanya yang sangat
sederhana namun ada keikhlasan di dalamnya, sehingga karyanya terus berlanjut
dan dipelajari oleh umat Islam.

Imam Kafrawi dalam Syarah kitab
Jurumiyah, menyebutkan perihal keikhlasan Syekh Shanhaji ketika menulis
kitabnya. Menurutnya, ketika Syekh Shanhaji hendak menulis kitabnya, ia
menghadap kiblat dan memohon kepada Allah untuk memberikan manfaat dan
keberkahan di dalam karyanya. Ketika beliau berhasil merampungkannya, beliau
justru membuang kitab yang sudah ditulisnya ke tengah lautan, kemudian berkata,

“Apabila (kitab ini) murni ikhlas
semata karena Allah swt, maka (tentu) tidak akan basah” (Imam Kafrawi, Syarah
al-Ajurumiyah, [Maktabah al-Hidayah, Surabaya], h. 27).   Atas izin Allah dan berkat keikhlasan Syekh
Shanhaji dalam beramal, kitab Ajurumiyah yang ditulisnya tidak basah sedikit
pun, bahkan banyaknya air di samudera tidak membekas pada kitab tersebut.
Ajurumiyah tetap utuh sebagaimana sebelum dilempar pada lautan. Masyaallah.

 

 

Kisah Inspiratif Tentang
Ikhlas Menjadi Orang Ajaib

Dalam sebuah cerita, Rasulullah
SAW pernah mengisahkan sebuah kisah tentang seseorang atau si fulan yang
bersedekah 3 kali namun 3 kali salah memberikan sedekahnya. Si Fulan berdo’a
memohon petunjuk kepada Allah SWT.

“Ya Allah, tunjukkan kepada saya
seseorang yang berhak menerima sedekah.”

Hari pertama, si fulan bersedekah
pada seorang laki-laki. Namun, esok harinya orang-orang gempar membicarakan
jika “semalam ada pencuri yang mendapat sedekah”. Mendengar hal itu, si fulan
bersedih karena merasa Ia telah salah sasaran dalam bersedekah. Kemudian si
Fulan berdo’a, memohon petunjuk kepada Allah SWT.

“Ya Allah, tunjukkan kepada saya
seseorang yang berhak menerima sedekah.”

Dikemudian hari, si Fulan
bersedekah kepada seorang perempuan. Namun, esok harinya orang-orang kembali
gempar membicarakan jika “semalam ada pezina mendapat sedekah”. Mendengar hal
itu, si Fulan kembali merasa bersalah dan bersedih karena telah salah sasaran
lagi dalam memberi sedekah.

Si Fulan tetap ingin bersedekah,
sedekah ketiga kalinya ia tidak tahu jika ternyata yang diberi sedekah adalah
orang kaya. Hingga malam harinya, kembali digemparkan orang-orang yang
membicarakannya jika “semalam ada orang kaya yang mendapat sedekah”. Si Fulan
kembali bersedih, karena tiga kali bersedekah merasa telah salah sasaran dalam
memberi sedekah. Ia merasa bahwa Allah SWT tidak mengabulkan keinginannya untuk
bersedekah pada orang yang berhak menerima sedekah.

Malam keempat setelah si Fulan
melakukan sedekah, ia bermimpi bertemu malaikat. Dalam mimpinya tersebut,
Malaikat menyampaikan jika sedekahnya diterima oleh Allah SWT.

“Ya Fulan, sedekahmu yang pertama
Allah terima. Lewat sedekahmu, kamu telah menghalanginya untuk mencuri karena
sudah mendapatkan harta darimu.”

“Sedekahmu yang kedua, Allah
terima. Karena lewat sedekahmu telah menghalangi seseorang dari berzina. Karena
dia sudah mendapatkan apa yang dia butuhkan sehingga dia tidak perlu berzina.”

“Sedekahmu yang ketiga Allah
terima juga, karena berkat sedekahmu pada orang kaya, kamu telah menyadarkan
orang kaya yang kikir menjadi orang kaya yang dermawan.”

Inilah yang dinamakan keberkahan
dari  niat baik penuh keikhlasan dalam
melakukan amal kebaikan. Salah satunya dalam hal bersedekah.

Kisah di atas juga merupakan
penjelasan dari hadits arba’in yang ke satu, yang berbunyi “innamal a’malu bin
niyat…” Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya.

Jika niat kita benar, ikhtiar
beramal sholih dengan tulus dan ikhlas, meskipun ternyata kita keliru. Allah
SWT tetap memberi kita pahala sesuai dengan niat yang benar tersebut.

Allah SWT tidak melihat
penampilan seseorang dari tampilan luarnya saja. Allah SWT tidak melihat
perbuatan seseorang dari yang tampak saja, melainkan Allah SWT melihat setiap
orang dari isi hatinya.

 

Kisah Inspiratif Tentang
Ikhlas Dari Ubi dan Kambing

Di suatu pondok yang sederhana,
hiduplah seorang guru tua dengan istrinya. Sang guru sudah puluhan tahun
mengajar di sebuah sekolah yang tak terlalu jauh dari rumahnya. Guru ini sangat
baik hati dan dihormati oleh murid-muridnya.

Suatu hari, seorang mantan
muridnya datang ke rumahnya. Ia membawa seikat ubi yang diamanahkan oleh
ayahnya sebagai oleh-oleh pada sang guru. “Pak guru, saya membawa ubi.
Hanya ini yang saya dan keluarga punya untuk membalas kebaikan bapak,”
ujarnya.

Melihat muridnya yang lugu dan
tulus, sang guru tersentuh. “Kok repot-repot, Nak? Duduk di sini dulu ya.
Kamu pasti capek jauh-jauh dari desa bawa ubi. Bapak ke belakang dulu,”
ujar sang guru.

Pria paruh baya itu pun berjalan
ke belakang dan menemui istrinya. “Bu, kita punya apa? Ini muridku bawa
ubi,” kata pria itu. Sang istri melihat ke dapurnya. Tidak ada apa-apa
selain alat masak, bumbu dapur dan air minum. “Punya apa kita, Pak? Wong
kita cuma punya kambing peliharaan bapak itu di belakang,” jawab istrinya.

Guru itu pun mengangguk-angguk,
“Oo.. Ya sudah ini ubinya disimpan. Buatkan muridku minum ya, Bu. Kita
kasih kambing saja,” kata pria itu. Istrinya mengangguk dan membuatkan teh
hangat untuk muridnya. Sementara pria itu mengambil kambing peliharaannya.

“Ini, Nak. Bawa pulang, ya?
Bilang terima kasih pada bapakmu,” kata pria itu. Muridnya terkejut, tapi
ia sangat berterima kasih pada gurunya yang memang baik hati itu. Tak lama, ia
pun pulang dari pondok gurunya.

Di jalan, murid ini bertemu
dengan temannya. Teman tersebut bertanya dari mana ia mendapat kambing. Murid
yang lugu itupun menceritakan bagaimana ia membawa ubi hingga dapat kambing.
Mendengar cerita itu, murid yang satu ini tergiur mendapat pemberian yang sama
dari gurunya. Ia pun segera pulang dan menceritakan kejadian itu pada ayahnya.

Sang ayah yang juga tergiur
berkata, “Wah, mungkin kalau kamu bawa kambing, nanti kamu akan diberi
sapi, Nak.” Begitu pikir ayah dan anak ini. Kalau mereka memberi yang
besar, maka mereka akan menerima yang lebih besar lagi.

Maka, sore itu pergilah murid
yang satu ini membawa kambing ke rumah gurunya. Sang guru kaget, baru saja ia
memberi kambing pada muridnya, sekarang ia menerima kambing lain yang
menggantikan kambingnya. Maka buru-buru ia menemui istrinya, “Istriku,
kita dapat kambing lagi. Alhamdulillah. Kita cuma punya ubi, ya? Ya sudah
berikan saja ubinya untuk muridku,” ujarnya.

Maka sang guru keluar membawa 3
ikat ubi yang diberikan murid pertamanya tadi. Melihat apa yang diberikan
gurunya, murid kedua ini terkejut. Antara agak kecewa dan harus tetap senyum di
depan gurunya. Maka ia pun pulang dengan membawa 3 ikat ubi, bukan sapi seperti
yang dia harapkan.

Dari kisah inspiratif di atas bisa kita
mengambil hikmah dari bagaimana dampak dari sebuah niat. Murid pertama memang
berniat untuk mengunjungi gurunya, sedangkan murid kedua berkunjung agar
mendapatkan sapi.

Hikmah yang bisa kita petik dari
ketiga kisah inspiratif tentang ikhlas di atas adalah keikhlasan yang bersumber
dari dalam hati, bukan lagi untuk mencari pujian, mendapatkan pahala, ataupun
berharap balas budi dari orang lain.

Ibarat gelas yang bocor,
keikhlasan yang tidak dilandasi dengan niat dari hati karena mengharap ridho
Allah SWT semata, maka seberapa banyak pun gelas diisi akan tetap kosong. Maka
janganlah jadikah hidup kita seperti gelas yang bocor dan jangan jadi orang yang punya niat ingin mendapat balas budi seperti kisah inspiratif tentang ikhlas yang ketiga.

 

Sumber :

https://islam.nu.or.id/hikmah/kisah-dua-ulama-dengan-keikhlasan-luar-biasa-dalam-berkarya-WvApQ

https://sabilulhuda.org/kisah-ajaib-orang-yang-ikhlas/

https://www.fimela.com/lifestyle/read/3738046/belajar-ikhlas-dari-kisah-ubi-dan-kambing