Menjadi Egois dan Sukses

Stigma
egois memang negatif, pun sejak kecil kita terbiasa mendapatkan himbauan dari
guru dan orangtua untuk tidak menjadi anak yang egois. Tapi ketidakegoisan itu
kadangkala jika tak sesuai tempatnya malah menjadi boomerang bagi diri kita
untuk direndahkan, dibully, dan dicaci.

Nampaknya
kita salah mempraktekan egois itu sendiri. Tidak semua hal yang kita lakukan
untuk diri kita sendiri lantas pantas disebut egois. Karena kenyataannya dalam
beberapa hal mementingkan diri sendiri itu perlu dilakukan.

 

Menjadi
Egois itu Perlu atau Tidak?

Jika
dulu saat kecil saya pasti menjawabnya tidak perlu menjadi egois. Namun
sekarang diusia 30an ini jika ada yang menanyakan hal itu maka saya akan
menjawabnya egois itu perlu tetapi dengan catatan kita harus melihat niat dalam
hati, situasi dan kondisi.

Dulu
saya takut menjadi egois karena tidak ingin dibenci oleh banyak orang. Akhirnya
semua tindakan saya mengarah pada bagaimana saya bisa menyenangkan semua orang
(people pleaser). Namun sekarang setelah melalui berbagai hal dalam hidup,
menjadi people pleaser itu sangat melelahkan. Belum saya harus
menyiapkan diri untuk terluka. Karena tidak semua orang bisa menyukaimu. Pasti
ada saja yang tidak menyukai, betapapun kerasnya saya mencoba.

Pengalaman
diabaikan, ditinggalkan, dan dikecewakan membuat saya merasa depresi. Hal ini
cukup mengganggu kesehatan mental saya sehingga sempat hilang arah. Beruntung
Allah menuntun saya kembali untuk mulai belajar menemukan diri yang sejati.
Lewat apa? Tentu kembali pada Alqur’an.

Di
dalam Alqur’an pun disebutkan bahwa Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.
Apakah selama ini saya berlebihan? Terlepas dari niat hati untuk membuat mereka
senang, tapi rupanya kebablasan dan saya tidak lagi bergantung pada-Nya,
melainkan pada hal-hal lain, seperti jika saya butuh uang lebih untuk menolong
keluarga saya maka saya akan berlari ke bank untuk mengajukan pinjaman.
Pokoknya tidak ada Allah dalam setiap keputusan hidup saya saat itu.

Jadi
kalau saat ini ditanya menjadi egois itu perlu tidak? Menjadi egois perlu ketika
dirimu masih membutuhkan bantuan. Ibarat Anda sedang membangun rumah sendiri,
Anda tidak bisa kan membagi-bagikan batu bata untuk orang lain. Kapan jadinya
rumah Anda? Berbagilah secukupnya dan sewajarnya, jangan berlebihan.

 

Cara
Menjadi Egois dan Sukses

1.      
Paham kondisi diri

Yang pertama adalah kita pahami dimana posisi kita saat ini,
terkait kebutuhan diri sendiri dan keluarga inti. Berbagi itu memang hal yang
baik, tetapi apakah kita sampai hati saat berbagi  dengan mengorbankan keluarga kecil kita?

Mungkin dalam hal ini masih akan ada yang berpendapat bahwa
bagaimana pun keadaan kita harus bisa menolong saudara kita yang kesusahan.
Seperti yang dikatakan oleh almarhum bapak saya dulu. Meskipun berhutang saya
harus mengusahakan membantu mereka.

Cukup pedih hati ini ketika harus mencari pinjaman demi bisa
membantu saudara. Dalam hati saya bimbang dan bertanya-tanya, jika ini adalah
hal baik tapi kenapa saya merasa tidak nyaman.

Jawabannya ternyata pada ketenangan hati. Ya, hati saya tidak
siap berupaya sedemikian kerasnya hingga harus terlunta-lunta hidup mencari
pinjaman dan menggunakan kartu kredit. Hati saya tidak ikhlas waktu itu. Karena
kondisi saya yang memang tidak semampu itu untuk bisa membantu mereka, tetapi
saya mencari bantuan bukan dari Allah, melainkan pinjaman bank.

2.      
Baik pada diri sendiri bukan berarti egois

Be kind to yourself is not selfish. Banyak sekali kalimat
bijak ini bertebaran disosmed. Seolah untuk menghapus keraguan dan rasa
bersalah, kalimat ini mampu mengobati atas apa yang menjadi pilihan tindakan
kita, yaitu menjadi egois.

Ada benarnya juga. Tapi kembali lagi melihat niat dalam hati
dan kondisi diri kita. Ketika sebenarnya kita punya rezeki lebih dan melihat
saudara sedang dalam keadaan susah, tetapi kita menggunakan kalimat di atas
untuk menjadi tameng kita dalam bersikap egois. Jelas itu bukan hal yang baik.

Yang dimaksud baik pada diri sendiri bukanlah egois adalah
ketika kita memikirkan apa yang baik bagi diri kita, dengan tidak berlebihan tentunya.
Jangan sampai keegoisan merenggut kebaikan hati kita dan jadi enggan untuk
berbagi. Justru dengan berbagi sewajarnya kita sedang berbaik hati pada diri
sendiri, karena kita memberi kesempatan diri untuk merasa cukup dan juga
berbagi pada orang lain sesuai kemampuan kita.

Bukan kah ucapan terima kasih dan senyum dari orang-orang yang
Anda tolong adalah penyemangat kita untuk bisa hidup lebih baik lagi?

3.      
Selesai dengan diri sendiri dulu

Yang terpenting sebelum menolong orang lain adalah kita
selesai dulu dengan diri sendiri. Jangan sampai setelah menolong kita masih mengungkit-ungkit
kebaikan kita, masih mengharapkan balas budi yang sejatinya hanya balasan Allah
lah yang terbaik.

Kesalahan saya adalah saya belum mengenal diri dan jiwa saya.
Sehingga setelah membantu orang lain seperti tidak mendapat hikmahnya, malahan
jadi serba kekurangan dan sering mengeluh, terutama mengeluh karena harapan
balas budi dari apa yang saya berikan.

Hal ini sangat membuat diri tidak tenang dan sulit berpikir
positif. Jadi yuk selesaikan diri sendiri dulu dengan memperbaiki niat,
berpikir positif dan positif motivation.

4.      
Tawakal hanya kepada Allah

Lebih baik setelah kita berbuat baik segera bertawakal pada
Allah SWT. Serahkan semuanya hanya pada-Nya. Toh sebenarnya kita diberi
kemampuan untuk membantu juga merupakan kehendak dan izin dari-Nya. Jadi apa
yang bisa kita sombongkan?

5.      
Berbagi Secukupnya

Kembali pada pernyataan diawal bahwa berbagi secukup dan
semampunya. Agama Islam bukan lah agama yang menyulitkan kok, bahkan untuk
sedekah aja ada aturannya minimal 2,5% dari penghasilan kita setelah dikurangi
hutang dan biaya hidup. Semua itu supaya kita tidak berlebihan dan tetap merasa
cukup.

 

Dalam membahas keegoisan ini
memang erat kaitannya dengan memberi, baik itu secara finansial maupun non
finansial (waktu dan tenaga). Dalam memberi pun kita dituntut untuk ikhlas.
Lalu bagaimana keikhlasan itu ada ketika kita memilih egois?

Menjadi egois tidak akan
menjadikan diri sukses. Tetapi terlalu berlebihan dan bersikap seperti bos pun
demi mendapat pujian dan disukai banyak orang tidak juga menjadikan diri
sukses.

Lalu apa yang harus dilakukan
agar kebutuhan diri sendiri bisa terpenuhi, tidak egois, dan sukses?

Maka pandai-pandailah dalam
mengenal diri, mengatur keuangan (pisahkan kebutuhan primer, sekunder, dan
tersier), memiliki mindset positif, dan selalu bersemangat (tidak mengeluh).

Kuncinya adalah selalu beri
nutrisi diri dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan kita. Anda tetap
bisa menjadi egois dan sukses dengan pilihan-pilihan tindakan yang bijak.