Capek Menjadi Sandwich Generation, Ikuti Tips Ini!

 

Sumber gambar : alinea.id

Hampir sebagian besar orang saat ini, atau hampir 70% orang
mengalami quarter life crisis. Krisis yang terjadi disaat usia kita menginjak
25 tahun.

Namun sebenarnya quarter life crisis ini sudah dimulai sejak
seseorang berusia 18 tahun. Apa saja sih tanda dari terjadinya quarter life
crisis?

Jika kamu mulai bingung menentukan apa pekerjaan yang
seharusnya kamu ambil, kamu mulai mengkhawatirkan masa depan, kamu pun mulai
memikirkan kondisi finansial, kamu bingung apakah harus fokus mengejar karir,
menikah, atau masih harus mengurus kebutuhan keluarga dulu. Artinya kamu sedang
mengalami quarter life crisis.

Sebenarnya banyak orang yang masih berkutat dengan bagaimana
mencari jalan keluar dari himpitan kesulitan ekonomi dalam keluarga. Hal ini
yang membuat salah satu penyebab mengapa Indonesia tidak bertambah GDPnya meski
sudah banyak orang berusia produktif.

Nah, himpitan kesulitan ekonomi yang masih dirasakan ini
cenderung membuat seseorang sulit berkembang di luar. Dia bisa jadi terjebak
dalam rutinitas sebagai tulang punggung keluarga yang membuatnya tidak ada waktu
lagi untuk mengembangkan skillnya yang lain. Padahal bisa jadi penghasilannya
lebih baik ketika dia mampu secara bebas mengembangkan kemampuannya.

Inilah yang banyak dialami oleh para sandwich generation,
mungkin juga termasuk kamu di dalamnya.

Istilah sandwich generation pertama kali ditemukan oleh Dorothy
A. Miller, seorang Professor dari University of Kentucky, pada tahun 1981.
Sandwich generation adalah sebuah generasi yang terhimpit pada saat mereka
sudah berkeluarga atau belum berkeluarga tetapi perlu atau harus memikirkan
keluarga yang lain, baik secara emosional maupun finansial. (Dikutip dari
channel youtube Analisa, 9 Juni 2021).

Dari generasi ini meski dia berusia produktif tetapi masih
tinggal bersama dengan keluarga besar. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab
sandwich generation ini tidak memiliki privacy dan prioritas yang lebih baik,
baik secara psikologis maupun finansial. Karena dalam rumah tersebut banyak
kepala keluarga yang juga banyak juga kebutuhan yang harus dipenuhi.

Berdasarkan cerita seseorang yang juga diceritakan di dalam Analisa
Channel tersebut saat berkonsultasi mengatakan bahwa dirinya sejak sebelum
menikah sudah bekerja hingga kini dia memiliki anak pun dia masih harus menjadi
tulang punggung keluarga memikirkan kebutuhan keluarga besarnya. Bahkan dia
jadi sedikit berkurang rasa respectnya kepada orang tua karena setiap kali masih
harus memberi mereka uang. Memang hal yang menjadi kewajiban seorang anak untuk
memberikan sebagian nafkahnya bagi orang tua, tetapi dalam kondisi tertentu
bisa jadi hal ini bukan lagi dipandang sebagai kewajiban karena kondisi si anak
juga.

Di dalam penjelasannya Analisa juga mengatakan bahwa menurut
Paul Research Center di tahun 2012, satu per delapan warga Amerika terjebak
dalam kondisi sebagai generasi sandwich. Mereka yang terjepit antara harus
mengurus anaknya dan orang tuanya dalam satu rumah. Kondisi ini juga yang
ternyata membuat seseorang menjadi rentan terhadap depresi, mudah cemas, dan
stress.

Mengapa para generasi sandwich ini menjadi lebih rentan terhadap
kondisi kesehatan mental?

Ada beberapa dimensi yang perlu diperhatikan sebagai seorang
caregiver ini yang memiliki beban antara keluarga dan juga orang tua yang masih
menjadi tanggungannya, yaitu :

1.       Beban
emosional

Secara emosi mereka harus memikirkan orang
tuanya, tetapi mereka juga harus memikirkan masalah yang terjadi di dalam keluarga
kecilnya. Hal ini yang seringkali membuat generasi sandwich ini merasa bingung
mana yang harus mereka pilih atau mana yang harus didahulukan.

2.       Beban
waktu

Kesulitan dalam mengatur waktu antara
memilih prioritas mengurus anak dulu atau orang tua dulu.

3.       Beban
kemampuan untuk bisa berkembang

Saat mereka terbebani dengan keluarga atau
anggota keluarga kecil mereka, membuat mereka merasa tidak bisa mengembangkan
diri di luar. Bahkan mereka merasa ketika ada tugas untuk mengembangkan
kemampuan mereka tetapi gagal dilakukan, maka mereka akan merasa menjadi individu
yang sangat gagal.

4.       Beban
fisik

Mudah merasa lelah karena harus membagi
dirinya untuk banyak orang.

5.       Beban
sosial

Mereka kehilangan waktu untuk bersosialisasi
dengan lingkungan mereka atau teman sebaya. Hal ini yang juga memicu pemikiran
mengapa dia merasa ada konflik batin yang tidak pernah selesai.

 

Kelima dimensi di atas yang sering kali menyebabkan seseorang
yang menjadi generasi sandwich kurang bisa menerima kondisinya.

Analisa dalam channelnya membagikan tips apa yang bisa kamu
lakukan ketika kamu terjepit sebagai generasi sandwich, yaitu :

·        
Berdamai dengan diri sendiri

Kita tidak bisa mengelak bahwa bisa jadi
rejeki kita hari ini adalah rejeki orang-orang yang Allah titipkan melalui
kamu. Karena banyak yang harus kamu urus, maka Allah pun lebihkan rejeki
untukmu.

Bisa jadi karena tanggung jawabmu yang
lebih besar daripada keluarga lain Allah pun memberikan rejeki lebih banyak
padamu.

Menerima bukan berarti pasrah terhadap keadaan
dan berhenti berusaha. Namun menerima adalah pilihan yang mutlak kita pilih
sebagai bagian dari dinamika hidup kita.

·        
Membuat batasan dan prioritas

Perlu diingat bahwa menerima bukan berarti
juga kita tidak memberikan batasan atau menyetting boundaries kita. Memberikan
bantuan kita kepada orang lain harus ada batasnya.

Di dalam menyetting boundaries kita tersebut
akan lebih memudahkan kita untuk memiliki manajemen yang bagus, terutama dalam
financial management. Kuncinya adalah membuat perencanaan keuangan yang baik.
Jangan sampai kita membantu keluarga besar kita tetapi anak-anak kita menjadi
susah dan menderita. Perencanaan keuangan yang baik membuat kita lebih memahami
kapan waktu yang tepat untuk membantu dan memikirkan prioritas kita pribadi.

·        
Perbaiki cara komunikasi

Sebagai generasi sandwich perlu untuk
mengkomunikasikan tentang kondisi kamu kepada pasangan, rekan kerja, dan
keluarga. Tujuannya adalah supaya mereka lebih berempati memaklumi apa kondisi
yang sedang kamu alami.

Sebelum kita berkomunikasi dengan orang
lain, berkomunikasilah dengan dirimu sendiri. Karena itu lebih penting.

 

 

Bisa jadi apa yang kita peroleh sekarang adalah bagian dari
doa orang-orang yang kita perjuangkan setiap harinya.

Menjadi generasi sandwich ini juga pernah saya rasakan.
Dengan kondisi saya sebagai anak tunggal seharusnya beban itu tidak terlalu
berat, baik beban finansial maupun emosional.

Namun karena kondisi yang menempatkan diri saya maka saya pun
harus memikirkan kebutuhan keluarga besar, yaitu adik-adik dari bapak saya.

Sempat saya merasa sudah capek seharian bekerja,
setiap datang waktu untuk menikmati hasilnya, tiba-tiba saja ada kebutuhan lain
yang harus saya dahulukan. Meski pada waktu itu saya merasa bingung mana yang
harus saya prioritaskan terlebih dulu.

Hingga pada akhirnya saya merasakan kelima dimensi beban
yang Analisa sebutkan tadi. Ketika saya memaksakan diri saya untuk mengurangi
beban sosial dengan mencukupi kebutuhan diri saya sendiri seperti yang
teman-teman kerja saya juga lakukan, ternyata beban itu hanya menambah kondisi
finansial saya yang tidak terkontrol.

Karena saya pun sudah menikah saya berpikir untuk
lebih memprioritaskan kebutuhan keluarga kecil saya. Namun karena satu dan lain
hal ternyata mereka, keluarga yang sudah terbiasa mengandalkan diri saya, tidak
bisa menerima keputusan itu. Saya pun menjadi dipandang sebagai sosok antagonis
dalam keluarga dan itu cukup membuat kondisi psikologis saya terganggu.

Saya tidak bisa menyalahkan siapapun dalam hal ini. Saya
pahami bahwa mereka melakukan itu karena ketidakmampuan mereka, baik secara
sumber ide pemikiran maupun finansial.

Pada akhirnya saya dan suami bersepakat
untuk membenahi kondisi keluarga kecil dulu baru kemudian membantu keluarga
lain. Tentunya dengan mengesampingkan apa yang orang akan katakan mengenai diri
saya. Saya memilih untuk tidak memikirkannya. Dan kini pun saya sedang berjuang
untuk itu.

 

Jadi buat kamu yang merasa saat ini sedang
menjadi generasi sandwich, yang jadi tulang punggung keluarga, capek, dan
bertanya-tanya sampai kapan ini terjadi?

Maka komunikasikan terlebih dulu dengan dirimu sendiri, are
you okay?

Jika tidak, maka lepaskan perlahan apa yang menjadi
beban dan tak sanggup kamu memikulnya. Terima kondisi dan jangan jadikan itu
senjata untuk membenci mengapa orang lain lebih enak hidupnya daripada kamu.
Karena kita tak pernah tahu pasti apa yang sedang dia perjuangkan untuk
hidupnya.